election is horror

POST

“kalau suatu saat nanti pada saat pemilihan umum, ada salah satu dari kontestan yang menawarkan pendidikan gratis, kesehatan gratis, menurut saya itu contoh calon pemimpin yang tidak realistis, dan mengajarkan masyarakatnya untuk malas bekerja, dan berharap pada barang gratisan, itu bukan hal yang baik”
***

Sebenernya aku menulis sebuah blog bukan untuk mengomentari perihal dilematis yang serius, tapi loh yang namanya sekedar membiaskan opini ala warung kopi bisa lah kita arahkan sesuatu yang sedikit mengomentari kondisi suatu peristiwa, apalagi peristiwa-peristiwa tersebut sangat lekat dengan lingkungan kita, mungkin juga pengaruh mood  klassik yang sedang memandang warna warni kota hingga tayangan TV yang semua bercerita sama, yaitu pemilihan umum, atau pemilihan pimpinan daerah,

Berbagai macam pencitraan, dan macam macam janji di jual, yeah…bukan rahasia umum lagi mereka obral macam macam program, eh perlu di kaji ulang sebenernya sih, tentang obral janji dengan pembeberan program itu dua hal yang berbeda, kenapa..? contohnya seperti ini : seperti seorang calon karyawan yang sedang interview dengan calon supervisornya jika seseorang yang obral janji seorang pelamar tersebut cenderung memposisikan dirinya selalu lebih baik di banding kemampuanya sendiri, mereka cenderung berpotensi untuk menarik perhatian seseorang dengan cara cara instant, semisal seorang calon marketing, di mana mereka yang obral janjikemungkinan  besar akan berkata saya akan bisa menjual produk anda over target setiap bulannya, saya akan capai angka angka yang fantastis

Bedanya dengan mereka yang semasa pencalonanya lebih membeberkan apa saja program kerjanya, orang – orang yang seperti ini notabene lebih memiliki pengalaman bidang yang mungkin sama, atau setidaknya kematangan pengetahuanya, setidaknya mereka lebih merencanakan apa apa saja yang akan jadi rencana kerja mereka ketika mereka menduduki sebuat posisi, semisal contohnya jika saya menjadi marketing, saya terlebih dahulu akan memfollow up rekan / relasi saya di perusahaan saya sebelumnya, dari beberapa prospek saya akan catat perkembanganya tiap minggunya, bahkan seorang yang yang teliti membeberkan program rencana kerjanya ketika Plan A mentok, jika saya gagal mendapatkan relasi yang baik saya akan evaluasi kinerja saya tiap minggunya dan ketika saya menghadapi kendala, saya akan bersedia meminta bantuan dari yang lebih ahli dalam hal tersebut,  yang itu bedanya, ketika seseorang yang lebih cenderung membeberkan progran kerjanya mereka cenderung lebih merendah, punya alternatif dan sedikit memiliki pilihan pilihan kebijakan yang lebih masuk akal.

Ketika memasuki era election kita sering banget dengar anekdot anekdot seperti “pendidikan gratis”, “pengobatan Gratis”, “bebas kejahatan” dsb, hal hal seperti menurut aku merupakan sebuah kampanye frustasi , kenapa frustasi…? Karena sebagian besar para pelaku (atau aktor) yang melakukan itu merupakan mereka yang notabene tidaklah punya strategi cara berfikir yang logis, bagaimana di sebut tidak logis..? ya kita sebagai masyarakat dapat menembak langsung kepada mereka, hmmm bisakah kita berfikir simpel seandainya aktor aktor itu terpilih dan benar mereka harus membuktikan janji janjinya, pertanyaannya “dari mana duitnya”, “siapa yang membayarkan biaya pendidikanya, pengobatanya, “dari mana dananya..???” tidak ada aspek pemikiran logis menyangkut hal ini, so kalau memang bisa anggaran menutupi biaya pendidikan, dan pengobatan, komoditas apa yang akan di jual..? so, apa ada guru, atau dokter yang mau di bayar pakai daun kelapa..? pikiran lebih sederhananya lagi, memangnya di dunia ini apa ada yang gratis, di jaman pipis di pasar aja bayar….?

Naiknya tingkat Golput dan turunnya tingkat partisipan pemilih dalam setiap pemungutan suara, sangat beralasan, tingkat pendidikan masyarakat yang membaik dan kebebasan pers yang membuka semua borok demokrasi yang menyorot aktor aktor safari membuat masyarakat sudah dapat berfikir kritis, dan cerdas. Bukanya bermaksud memprofokasi, tetapi aku pikir sebagian besar orang berfikiran sama yaitu apa gunanya meluangkan waktu kita hanya buat badut badut yang sudah bermadikan rupiah yang justru kerjanya tidak pecus, masyarakat bukan butuh pemimpin yang secara terang terangan bermuka dua, pamrih dan berpandangan sempit, apa gunanya memilih mereka yang tidak kenal dengan rakyatnya, jangankan kenal, bagaimana kalian mau memperbaiki perekonomian jika ke pasar saja gak pernah, bagaimana berbicara tentang kesejahteraan justru banyak orang orang kurang mampu di sekitar tempat tinggal kalian yang mewah dan mereka hanya bisa mencium asap knalpot mobil monil mewah kalian, dan rumah rumah kalian yang berpagar tinggi yang satpam dan ajudannya galak – galak, ooh its looser,

Masyarakat sudah bosan di suguhi lawak lawak demokrasi, badut badut intelektual yang berulah lagi lagi, mulai dari perselingkuhan, skandal seks, ribut pada saat rapat, main koboy di jalanan, pengekangan kebebasan berpendapat, dan apa lagi macam – macam jenis kebiadapan pelawak – pelawak tersebut, mereka tentunya harus sadar, kalian paksa kami ini yang dari golongan manusia – manusia sipil buat mendukung kalian dan mewakili kami untuk pundi-pundi rupiah yang kalian dapat dan kami semakin hidup tanpa kejelasan, sebagian dari kami meluangkan waktu kami, demi sebuah kepalsuan,

Dan mungkin mereka sudah banyak membagikan makanan bagi yang kurang mampu di masjid – masjid, membagikan uang dan kaos partai, membangun jalanan, turun ke lapangan, dan berbagai macam cara untuk memikat masyarakat, lalu kita sebagai masyrakat apakah akan menjadi sesuatu yang gampang tergadaikan oleh semua itu, seharusnya kita harus benar benar kritis dan cerdas, masyarakat mungkin lebih tau mana yang terbaik bagi mereka, dan apa yang terjadi ini tak lebih dari sebuah mimpi buruk di mana bermanis manis angin surga di hembus kan dan kita tak sadar bahwa kita sudah berada di mulut neraka pada saat kita bangun

Kalian yang bertanding di ring demokrasi tolong jangan kotori lingkungan kami, jangan memenuhi kota kami yang seharusnya bersih dengan muka – muka kalian yang sok di buat buat memanggil manggil kami untuk mendukung kalian, semua itu sia sia saja, hanya membuat kerja pembersih sampah akan lebih berat, tolong jangan memperburuk skenario horor ini, kami Cuma butuh merka yang memeringan langkah kami yang semakin berat dari hari ke hari, Memilih itu sebuah pilihan, politik itu sebenarnya tidaklah terlalu kotor, tetapi tangan – tangan para pemimpin-pemimpin yang berlomba lah yang telah mengotorinya

========================================================

idealisme, bukan egoisme! bedakan!

2012-12-05-10-57-34

“Kalau ada yang membuat imprealis-imprealis dan para fundamentalis barat itu tertawa-tawa yaitu adalah keengganan bangsa kita untuk belajar dan memperbaiki diri menjadi lebih baik”

**** 

Terkadang sulit memahami sebuah pola pikir sesorang yang cenderung kontradiktif dengan latar belakangnya sendiri, kalau saja seorang punk rocker sekelas Milo Aukerman, Greg Graffin atau Dexter Holland  tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sangat baik, mungkin saya dulu sewaktu masih duduk di bangku perkuliahan merupakan mahasiswa yang masih mengikuti para hipster tua dan maniak organisasi yang katanya idealis itu untuk memperlambat tahun kelulusan saya.

Membaca sebuah issue di publikasi media lokal kemarin,saya sebagai seorang alumni perguruan tinggi tersebut sempat mengingatkan saya jauh pada saat saya baru mengenakan almamater dan di mana kita di kenalkan dengan lingkup politik di sebuah universitas, dan mau tidak mau dan kalau boleh di bilang terpaksa, ya saya jalani, ya,sebagai anak bau kencur saat itu saya pernah menjalani hari-hari sebagai aktivis di mana para senior yang sangat rajinya mengkaderisasi kami si bau kencur, dan mengkoordinir di setiap aksi-aksi,

Bukanya tidak begitu peduli, memang dasarnya saya yang tidak tertarik, tentunya saya melakukanya dengan setengah mata dan senyuman kecut, berkumpul dengan aktivis senior penyuka lagu-lagu top fourty dengan segala macam penampilanya yang lebih mirip seorang penyanyi genre melayu berpadu dengan atribut bluesy yang berkiblat ke eranya axl rose yang seram-seramkan, sangat tidak membuat saya betah,

Idealisme memang wajar berbunga di sana-sini dalam sebuah retorika kampus, saya setuju dan sangat memahami itu, berpegang kepada nilai-nilai demokratis, penyampaian aspirasi memang hal lumrah, akan tetapi  kalau sampai mengesampingkan esensinya sendiri tentang posisi kita di suatu perguruan tinggi itu untuk apa, tentunya tidaklah akan lahir Milo, Greg atau Dexter holland yang lainya di atas muka bumi Indonesia itu, bahkan idealisme tanpa akal sehat itu sama saja bunuh diri dan siap-siap saja jadi bahan tertawaan di warung kopi dan elusan dada miris seorang anak jalanan yang notabene tidak bisa menyentuh bangku perkuliahan karena kekurangan dana,

Mungkin harus ada takaran ideal untuk menjadi seseorang yang kritis, untuk menjalankan idealisme anda tidak perlu menjadi egois, karena pemikiran yang di dasari egoisme cenderung keluar batas kewajaran, karena setiap statement anda, seprovokatif apapun walau memiliki kekuatan realitas yang mutlak tetap terdengar sangat dungu, hal ini yang justru membuat sebuah sisi oposisi mudah untuk memutarbalikan keadaan, dan audiens dapat menilai itu.

Sepertinya bukan barang kemarin sore kalau kita mengetahui seberapa banyak mereka yang tak sanggup menuju dan mengenyam bangku perkuliahan, tak sedikit dari sebagian dari rekan-rekan yang mengorbankan barang-barang berharga hanya sekedar ingin mempunyai gelar, walau kelak berguna atau tidak gelar mereka yang penting perubahan pola pikir merupakan keutamaan, sebuah kebanggaan bagi mereka yang jauh-jauh merantau hanya untuk membanggakan orangtua mereka. Akan tetapi sebagian dari mereka mengorbankan egoisme fasik berlabel idealisme, ini bukanlah hal yang bijak, sama seperti  fundies fasis yang mengecam konsernya lady gaga, niat baik dengan cara yang salah merupakan hal konyol dan omong kosong.

Kalau ada yang membuat imprealis-imprealis dan para fundamentalis barat itu tertawa-tawa yaitu adalah keengganan bangsa kita untuk belajar dan memperbaiki diri menjadi lebih baik. Dimana bangsa kita masih membutuhkan sebanyak mungkin kaderisasi yang edukatif, sebanyak mungkin yang bisa di produksi, berbahan bakar sebuah harapan dan cita-cita di situlah peran mesin diesel yang memutar gerigi-gerigi yang tak lelah-lelahnya memproduksi kaum intelektualis yang akan menggerakkan perekonomian, memberikan lapangan pekerjaan atau sekedar figuran kehidupan semu di kehidupan kalian semua.

Boleh saja kalau mau muak dengan sistem dan merupakan hal legal kalau ingin bersuara banyak, akan tetapi bersikaplah dewasa, karena umur kalian tidak bisa di bilang anak-anak lagi, bukan seseorang manja yang kalau tidak di beri permen akan mogok makan, ingat, idealisme tidak harus memaksakan egoisme, kalau memang tidak mau repot atau di repoti dengan persoalan akademisi, mending hijrah saja, silahkan masukan CV kalian ke leasing atau perusahaan sawit yang lebih butuh tenaga instan, tetapi kalau mau turun jauh mengkritisi, lakukan dengan hormat, lakukan sebagai seorang dewasa intelektual yang punya harga diri

Meskipun saya bukan seorang aktivis, dan dulu saya lebih sering menuliskan ketidaksukaan saya dalam bentuk zine yang tersebar, sebuah propaganda satir yang berbahasa sarkasme yang tercopy hingga ratusan buah, mulai dari kampus, sekolah hingga distro-distro dan warung kopi,  yang mengungkapkan sebuah makna amarah dalam diam, kesalnya saya dengan ulah pekerja tata-usaha sampai objektifitas dosen dalam memberi nilai, kita boleh marah asal tidak merugikan orang lain, apalagi justru membuat kita terlihat lebih dungu dari status kita sebenarnya, bukan itu hakekat dari sebuah perjuangan, bahkan sampai sekarang saya masih senang menuliskan apa yang saya lihat, karena bagi saya Nyala lilin itu redup, tetapi cukup untuk menerangi ruangan di kala gulita, dari pada membakar rumah sendiri hanya untuk menerangi seluruh desa.

========================================================